Minggu, 06 Mei 2018


9
Cita-cita Suci Kedamaian dan Keselamatan

"Perdamaian adalah cita-cita suci, keamanan dan keselamatan adalah cita-cita segenap umat manusia."
As-Salam, begitulah idaman pendiri Pondok Pesantren Modern As-Salam. Pengasuh menjadikan ini sebagai tujuan dan idaman hati, kedamaian dan keselamatan di dunia dan mengharapkan keselamatan di kampung akhirat.
Tujuan ini yang ingin dicapai oleh para pendiri Pondok Pesantren Modern As-Salam, baik dalam arti sempit dan seluas-luasnya. Itulah asal-muasal pondok pesantren ini diberi nama "As-Salam" yang berarti "Damai".
Artinya, Pondok Pesantren Modern As-Salam menuju ke arah perdamaian dan keselamatan yang hakiki. Dari sinilah titik pertama untuk bertolak menuju arah yang suci dan hakiki.
Di Pondok Pesantren Modern As-Salam ini santri berkumpul, bergaul, dan berlatih melaksanakan firman Allah SWT, “Kami jadikan kalian berkaum-kaum dan kabilah-kabilah untuk saling mengenal antara yang satu dengan yang lain.”
Di pondok pesantren hidup aman dan damai dengan teman sebangsa yang datang dari seluruh penjuru Tanah Air, seagama dan bersatu dalam satu ikatan satu guru yang akhirnya memiliki satu tujuan, satu cita-cita, satu idaman, yaitu ke arah perdamaian dan keselamatan dunia akhirat.
Dengan spirit kebersamaan ini pula akan mudah diidentifikasi penyakit-penyakit jiwa yang ada dalam diri penghuninya jika tidak memiliki kesamaan cita-cita dan tujuan. Sebab, segala sesuatu di pondok pesantren dasarnya adalah pendidikan dan suasananya adalah keikhlasan.
Semua itu selalu dijaga dan dipertahankan dengan sungguh-sungguh. Semua benih-benih yang menimbulkan perpecahan, kedaerahan, kesukuan, kepartaian, golongan dan lain-lain, tidak akan dibiarkan berkembang biak. Ia akan mendapatkan tantangan dari segenap pengurus, pengasuh, guru-guru, dan teman-teman sejawat sendiri.
Di dalam jiwa semua penghuni pondok pesantren selalu ditanamkan berlatih, berniat sungguh-sungguh dan keikhlasan untuk mewujudkan Ukhuwah Islamiah yang sebenar-benarnya.
Lalu apa arti keselamatan dalam pengertian As-Salam tadi? Dalam hidup di kampung yang penuh dengan rasa damai dan selamat ini, maka seluruh penghuninya harus sama-sama bertanggung jawab.
Sama-sama memelihara, jangan sampai kampung ini ditimpa bencana yang akan merusak keselamatan itu. Dijaga dari orang-orang atau golongan-golongan yang akan mengotori atau membuat keruh suasana yang ada di dalamnya.
Sangat dilarang keras bagi penghuninya melakukan hal-hal yang bisa menimbulkan perselisihan, pertengkaran, lebih-lebih yang mengakibatkan perkelahian. Perkelahian termasuk dosa atau kesalahan besar dalam kamus disiplin Pondok Pesantren Modern As-Salam. Jika sekiranya nafsu untuk berkelahi besar, maka yang lebih tepat baginya adalah tempat pendidikan militer. "Jangan hanya berani kepada kawan, tetapi mengepit ekor terhadap musuh"
Di Pondok Pesantren Modern As-Salam ini terbuka latihan bergaul yang seluas mungkin. Maka tuntutan untuk bergaul dengan kawan-kawan segala bangsa dan kawan sendiri, dan kawan seagama.
Jika tidak bisa bersikap asyidda'u alal Kuffari, hendaklah dapat berlaku ruhama bainahum. Untuk mewujudkan ukhuwah yang diridhai Allah SWT, hendaklah diperdalam serta diperluas perasaan ikhlas dan kesediaan berkorban untuk kepentingan bersama.
Tidak ada rasa iri atau dengki, tidak ada rasa sebagai orang lain, semua bersaudara, satu keluarga, keluarga besar dengan arti yang sedalam-dalamnya. Segala sesuatu disesuaikan dengan rasa damai dari hati ke hati. Inilah As-Salam yang bisa dijelaskan dengan kata-kata:
·               Besar artinya bagi pecinta damai, kecil artinya bagi yang suka ramai.
·               Lapang dan luas bagi yang berakal, sempit dan picik bagi yang nakal.
·               Dalam dan jauh penyelamannya bagi yang sabar. Dangkal dan mudah bagi anak yang berperangai kasar.
"Selamatlah pemuda-pemuda yang mempunyai niat yang suci murni, masuk dan bernaung di As-Salam."



10
Pondok dan Keikhlasan

Tradisi kyai dan pondoknya tidak akan dapat dipisahkan dengan keikhlasan. Keikhlasan dalam segala usaha dan tujuan dengan pengertian yang sedalam dan seluas-luasnya. Hubungan ikhlas dan usaha itu bagaikan hubungan jiwa dan raga, bagai kulit dengan daging. Inilah mutiara indah dan mahal yang dimiliki oleh insan, terutama yang bermaksud untuk menegakkan kalimat Allah dari masa ke masa.
Mutiara ini harus digali, dimiliki kembali untuk menghias dan mengisi kekosongan pemimpin dewasa ini. Ikhlas merupakan ajaran para nabi, dicontohkan para syuhada, dan diamalkan para saleh. Ia telah diwarisi para sahabat, tabiin, mujahidin dan ulama. Mereka telah mencapai masa gemilang membangun umat. Demikian pula para kyai dengan pondok.
Seorang kyai dengan penuh keikhlasan mencurahkan segala ilmu yang ada di dalam dadanya kepada santri dan umat yang membutuhkan. Ikhlas dalam menyampaikan amanat kepada segenap umatnya. Bagi mereka, tidak ada satu pilihan pun untuk menunaikan kewajibannya selain ridha Allah semata. Mereka adalah kyai yang sederhana di masa dahulu.
Adakah ia menginginkan harta dengan pondok yang dirintisnya? Jangankan mengingin dan mengharap tambah harta dari pondoknya, malahan harta yang ada pada mereka dikorbankan untuk memupuk dan menyuburkan pondoknya.
Bukankah sering kita jumpai bahwa dalam pondok-pondok, surau-surau atau pesantren-pesantren ada puluhan bahkan ratusan santri yang makan dan minumnya dibiayai kyai. Adakah ia mengharapkan keharuman nama dan pangkat jabatan dengan pertolongan santri? Ia tidak mengharapkan keharuman nama dan ketinggian pangkat sama sekali.
Sejak mulai mencurahkan ilmu kepada para santri, sejak itu pula para santri memanggilnya kyai. Sebutan ini disematkan dari tahun ke tahun. Hanya itulah kebesaran namanya dan ketinggian pangkatnya.
Adakah ia mengharapkan gaji dan dana pensiun setelah lanjut usia? Tidak, sekali-kali tidak! Jauh panggang daripada api. Gaji dan pensiunannya telah cukup, manakala usaha dan tujuannya itu diridhai Allah. Itulah tujuan dan harapan seorang kyai, hanya Allah semata.
Sebagai imbalan dari keikhlasan kyai, para santri ikhlas belajar dan bersedia menerima pelajaran. Ikhlas dididik dan menerima pendidikan. Ikhlas dinasihati dengan penuh kesadaran dan keinsafan.
Ia pergi ke pondok dengan satu tujuan, thalabul ilmi. Mencari dan menuntut ilmu karena Allah. Dengan tujuan semata-mata menuntut ilmu, maka yang dinamakan kelas tidak akan terdapat dalam kamus pondok.
Waktu belajar itu tidak ada batasnya. Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi lelaki dan perempuan kaum muslimin.” “Tuntutlah ilmu semenjak engkau masih berada di buaian hingga ke liang lahat.” Begitulah sabda Rasulullah SAW.
Oleh sebab itu, dengan segala keikhlasan, bertekun dengan kesungguhan hati menghadap kyai, meminta ilmu dan didikannya. Para santri bertekun dari tahun ke tahun, dari satu, dua, tiga, sepuluh, lima belas, bahkan sampai dua puluh tahun.
Ia tidak membayangkan kelas berapa tahun nanti, naik atau tidak, positif, dan negatif. Semua tidak terlintas dalam benak dan ingatannya. Tak seorang santri pun yang bertanya kepada kyai, kepada temannya, kepada dirinya sendiri, pangkat apakah yang akan dicapai, berapa gajinya, dan lain sebagainya.
Bukan untuk Mencari Ijazah
Surat ijazah, surat keterangan tanda lulus, hampir lulus, percobaan atau tidak lulus, sama sekali tidak ada. Kyai tidak memberi, santri sendiri tidak meminta. Ijazahnya ada pada kesadaran dirinya—tahu diri. Keterangan tanda lulus adalah keinsafan dirinya, setengah lulus kesadaran dirinya, seperempat lulus evaluasi diri, seperempat lulus keraguan diri, tidak lulus tak percaya diri.
Ijazah terletak di tengah umat. Umatlah yang bersedia memberi keterangan tanda lulus atau tidak berguna. Itulah sebenar-benar dan setinggi-tingginya ijazah. Di akhirat, ijazah itu tidak akan lebih berharga dan lebih mulia lagi.
Ijazah dari masyarakat adalah benar, ijazah dari Allah adalah hak dan kekal. Ijazah hakiki karena keikhlasan tak dapat dibeli dengan uang, tak dapat ditebus dengan barang. Ia tidak dapat digosok, dipuji dan dirayu.
Demikian keikhlasan Kyai dengan diimbangi santri. Santri tidak merasa kecewa, tidak pula merasa putus asa. Kyai ikhlas, santri pun ikhlas. Kedua belah pihak merasa puas. Rasa cemburu karena tertipu, rasa merana karena terperdaya, tak ada sama sekali. Rasa khawatir disebabkan tak adil, rasa gelisah karena tak wajar. Itu semua tidak ada!
Mereka Hidup dalam Keikhlasan
Pada dewasa ini, di tengah masyarakat sering dijumpai ketegangan antara yang memimpin dengan yang dipimpin. Apa sebabnya? Kurang keikhlasan yang menjadi satu-satu sebab di samping masih berselubung keculasan di dalam hatinya.
Lurus dan benar, niat dan sengaja karena Allah semata. Tidak mendustai dirinya dengan perkataan “karena Allah”. Itulah keikhlasan, dalam hatinya tidak bersarang karena ingin dipuji, dia tidak mengharapkan nama dan sebutan. Usaha dan perbuatannya adalah kewajiban yang harus dipikul. Kalaupun ada harapan, harapan itu hanya kepada Allah SWT.
Sering terjadi suatu usaha patah di tengah jalan dan tak mendapat hasil yang dikehendaki. Ini karena sifat keikhlasan telah saru—samar, tak jernih, tak suci lagi.
Yang dimaksud dengan ikhlas adalah bersih, tidak ada campuran. Dalam emas, disebut emas murni. Kemurnian dalam kerja, itulah ikhlas. Dalam bahasa Jawa, ikhlas ini diungkapkan dalam bahasa yang sangat sederhana, sepi ing pamrih, yang berarti tidak berpamrih.
Kalau ada yang tidak dimengerti atau tidak percaya pada keikhlasan, maka ukurannya yang salah. Hanya orang yang ikhlas yang tahu akan keikhlasan.



8
Peraturan Tercatat di dalam Hati Nurani

Di Pondok Pesantren Modern As-Salam tidak ada undang-undang tertulis yang dapat dilihat dan dibaca oleh penghuni dan pengunjung. Tidakkah Pondok itu mempunyai peraturan tertentu untuk menjaga ketertiban, ketenteraman dan keamanan semua santri yang ada di dalamnya?
Jawabnya, ada. Di mana letaknya? Jawabnya letak peraturan itu ada di dhamir, hati nurani, sanubari, hati kecil, dan perasaan halus.
Ketika hati nuraninya mengatakan tidak baik berdasarkan logika akal sehat, maka perbuatan itu tak sehat. Itulah sunnah pondok. Karena itu, menjauhlah dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hati nurani itu.
Hakikatnya hati nurani seseorang itu tak pernah menyesatkan ke jurang kesesatan, hanya kebanyakan manusia yang sering menipu diri sendiri, mengerjakan yang tidak sesuai menurut perasaan hati nuraninya sendiri.
Untuk mematuhi undang-undang yang tidak tertulis atau memutuskan bahwa seorang anak telah melawan hati nuraninya memang bukan pekerjaan yang ringan. Hal ini hanya bisa diselesaikan dengan keteguhan iman dan dilaksanakan dengan keikhlasan, di samping itu harus bisa mengekang keinginan nafsunya.
Pondok pesantren bukan tempat penampungan anak-anak nakal. Pemerintah kita telah lama menyediakan tempat khusus untuk anak-anak nakal, tempat itu akan lebih tepat kalau ditempati anak yang serupa itu.
Pondok pesantren bukan pula Sanatorium untuk menampung penderita gangguan jiwa atau gila. Kota Malang yang lebih tepat untuk dituju karena di sana tersedia alat-alat lengkap dan dokter spesialis yang mampu menangani penyakit gangguan jiwa.
Pengasuh akan selalu menekankan kepada orangtua santri dan walinya yang mengantarkan ke pondok pesantren. Semoga Anda tidak salah alamat.


Sabtu, 05 Mei 2018


7
Kedisiplinan di Pondok Pesantren

Segala sesuatu di dunia memiliki ketentuan, peraturan, yang juga disebut disiplin. Masing-masing yang disesuaikan menurut kedudukan serta keperluan sendiri-sendiri. Ada disiplin rumah tangga, disiplin organisasi, disiplin partai, disiplin negara dan disiplin alam.
Ada juga disiplin di jalan raya, lalu lintas di laut dan udara. Selain itu ada disiplin sendiri, disiplin kesehatan hingga sampai di hutan sekalipun masih ada disiplinnya.
Binatang di hutan, burung di udara, ikan di lautan atau air tawar mempunyai peraturan, disiplin sendiri-sendiri. Disiplin iklim, disiplin alam, disiplin pergaulan dengan teman sejawat, disiplin dari keadaan tempat, semua harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya.
Ikan yang hidup di air tawar tidak akan dapat bertahan hidup di air asin (air laut) karena disiplin di laut berlainan dengan disiplin di air tawar. Demikian pula sebaliknya, masing-masing mempunyai corak dan bentuk yang berlainan antara satu dengan yang lain.
Binatang rimba akan lebih tertib hidupnya di alam rimba raya. Binatang piaraan (ayam, kambing, sapi, dan lain-lain) akan tenteram hidupnya jika mendapatkan pemeliharaan yang baik dari tuannya.
Demikianlah keadaan macam dan corak disiplin di alam binatang, maka lebih-lebih manusia harus memiliki disiplin yang lebih dari itu, yaitu disiplin antar sesama manusia. Tidak satu pun manusia di muka bumi ini memiliki kebebasan 100 persen. Sebagaimana pepatah dalam bahasa Arab, “Kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain.”
Ia pasti tertumbuk pada salah satu peraturan yang mungkin mengikat di antara kebebasan hidupnya. Bahkan, sesudah mati pun masih terkena disiplin yang akan kita terima di akhirat kelak. Mau tidak mau, berat atau ringannya disiplin yang akan kita terima di akhirat, tergantung pada usaha dan ikhtiar kita di dunia—meringankan atau memberatkan.
Demikian pula halnya dengan tiap-tiap agama, masing-masing mempunyai peraturan/disiplin, dalam hal ini agama Islam mengandung pelajaran yang penting tentang disiplin, lebih-lebih tentang Zelp Disiplin (mendisiplinkan diri sendiri). Contohnya, kewajiban melaksanakan shalat lima waktu dengan batas waktu yang telah ditetapkan, puasa dengan disiplin, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, disiplin ini bisa diambil pengertian antara perkataan bebas dan merdeka. Bebas bukan berarti tidak berdisiplin tetapi sebenarnya arti bebas adalah, “Bebas berpikir dalam memilih dan menentukan disiplin yang akan ditaati.”
Bebas bukan berarti netral karena netral bersifat pasif tidak kesana dan tidak kemari. Tidak pula terlalu picik dalam berpikir, mengartikan bebas merdeka dengan arti segala sesuatu tidak dengan pajak, atau karena merdeka tidak usah membeli tiket saat mau naik kereta api.
Di Pondok Pesantren Modern As-Salam tidak ada sesuatu paksaan. Semua santri yang belajar di dalamnya telah menginjak umur dewasa, setidaknya mereka dianggap dewasa, yang bisa membedakan antara yang baik dan buruknya suatu pekerjaan.
Pendidikan dan pengajaran tak dapat dijalankan dengan suatu paksaan terhadap anak yang telah matang otaknya, cerdas akalnya. Hanya saja ada peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh anak-anak yang dianggap masih kecil, kekanak-kanakan disebabkan karena lemah jiwanya ataupun masih dipandang perlu diadakan peraturan tertentu terhadap anak-anak yang tampak besar badannya tetapi jiwanya masih kecil.
Jika Pondok Pesantren Modern As-Salam masih menyerukan, mendengungkan disiplin, peraturan ataupun sunahnya yang telah berlaku, bukan berarti Pondok Pesantren Modern As-Salam mengadakan suatu peraturan atau paksaan agar santri-santri mau menuruti segala peraturannya atau meninggalkan semua larangannya. Memaksa! Sekali-kali tidak.
Selama masih memiliki rasa kesanggupan boleh mencoba dan mengikuti, tetapi boleh juga mengungkapkan rasa tidak tahan. Senyampang kapal belum berlayar, selagi masih di pelabuhan, boleh turun bagi yang ragu-ragu dipersilakan untuk turun.
Uang tiket akan dikembalikan, selamat berpisah, kami akan meneruskan perjalanan ke pulau idaman. Yang tidak kuat, tentu akan turun atau terpaksa akan diturunkan. Yang kuat Insya Allah sampai kepada tujuan dengan membawa hasil dan akan terjalin pula jiwa radhiyatan mardhiyah (puas-memuaskan).



6
Memaknai Modernitas Pondok Pesantren

Pondok Modern, namun tetap namanya pondok. Sekalipun modern tetap saja namanya pondok atau pesantren. Walau namanya pesantren, tetapi ia modern. Balai Pendidikan Pondok Pesantren Modern adalah pondok atau pesantren tempat mendidik para santri dan mengajarkan mereka ilmu agama dan umum.
Kedatangan anak-anak yang belajar ke pondok pada hakikatnya untuk mondok. Hal ini sering menjadi keraguan masyarakat. Banyak perbedaan antara mondok dan bersekolah. Jiwa yang ditanamkan di pondok adalah jiwa pondok, sedangkan cara belajarnya disesuaikan dengan cara modern, baik didaktik maupun metodiknya. Kemudian, sistem pendidikan dan pengajarannya disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini yang kemudian menyebabkan orang menamakan pondok ini dengan nama Pondok Pesantren Modern.
Jelaslah bahwa yang modern itu bukan keyakinan dan pemahaman agamanya. Rukun iman tetap enam, rukun Islam tetap lima, yang modern itu sistem pendidikan dan pengajarannya. Nama Pondok Pesantren Modern bukan dikarenakan bentuk fisik pondoknya. Asrama santri boleh hanya berupa rumah sederhana beratap genteng, berdinding bambu yang dianyam, dan berlantaikan tanah atau batu bata.
Intinya, meninggalkan kesan kepada masyarakat bahwa modern itu terletak pada metode yang dipakai. Metode khas yang membedakan dengan lembaga pendidikan lain yang ada di Indonesia.



5
Pondok itu Bukan Hotel atau Kos-Kosan

        Hotel itu didirikan untuk disewakan. Semakin lengkap fasilitas yang dimiliki, maka semakin mahal biaya sewanya. Mereka memang melakukan promosi untuk menarik masyarakat agar mau menginap di sana. Sesudah membayar uang sewa, mereka berhak menginap dan melakukan apa saja semau mereka. Saat kamar dan kasur kotor, mereka bisa memanggil pelayan untuk menyapu, mengepel, serta mengganti seprei dan sarung bantalnya.
        Namun, yang demikian tidak berlaku di pondok. Pondok itu hak dan milik bersama. Setiap santri baru datang, bertambahlah penduduk pondok untuk bersama mengelola dan mempertanggungjawabkan keberesan pondok. Mereka bersyukur karena ada tempat untuk berdiam dan bertempat tinggal karena sudah dibuatkan oleh kakak-kakak angkatan. Tentu, ada iuran untuk kepentingan bersama di pondok, seperti membeli minyak, memperbaiki timba, dan lain sebagainya. Namun, iuran itu bukan untuk sewa, sekadar untuk urunan agar kegiatan pondok bisa berjalan dengan baik.
      Pondok juga bukan kos-kosan. Meski bentuknya asrama, tetapi berbeda dengan kos-kosan atau asrama lainnya. Orang yang indekos terikat dengan aturan-aturan yang dibuat pemilik kos-kosan. Peraturan itu mengikat dan kaku, baik makan, tidur, keluar, atau jam jenguk tamu. Mereka tidak boleh melakukan sesuatu kecuali yang telah ditentukan pemilik kos-kosan.
        Sedangkan kehidupan pondok sangat bebas dan luwes. Santri diberi kebebasan seluas mungkin selama tidak merusak dan mengganggu proses pendidikan dan pengajaran. Santri bebas bergerak, berpikir, dan bertindak dalam batas-batas disiplin yang disepakati bersama. Jadi, pondok itu mendidik untuk mandiri—berdiri di atas kaki sendiri (zelp help).
      Dengan begitu, mereka bisa mengukur sendiri berdasarkan usaha dan kekuatan yang mereka miliki. Pemuda yang dapat mengukur kekuatan diri inilah yang mampu merencanakan masa depan, mampu menangkap kesempatan, mempersiapkan langkah-langkah yang tepat untuk mencapainya.
        Sebaliknya, pemuda yang tak mampu mengukur kemampuan diri, maka masa depannya menjadi suram karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, peragu dalam setiap langkahnya. Dengan begitu, dia sulit mendapat kepercayaan di tangah masyarakat. Bagaimana bisa mendapat kepercayaan dari masyarakat, sedangkan mereka tidak percaya pada diri mereka sendiri. Bagaimana pula dia bisa menenteramkan hati orang lain, sedangkan mereka merasa ragu-ragu terhadap diri mereka sendiri.
      Bisa dibilang, kemajuan, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup sangat dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengetahui kekuatan diri. Karena itu, pondok melatih santri untuk memegang tanggung jawab, baik untuk kepentingan diri maupun kepentingan bersama. Misalnya, tanggung jawab kebersihan dan keamanan kamar dan lingkungan pondok, mencuci baju, menanak nasi, dan lain sebagainya.
      Inilah unsur-unsur pendidikan yang ada dalam pondok, yaitu membentuk karakter dan kepribadian santri. Para ahli pendidikan seperti Dr. Soetomo dan Ki Hadjar Dewantara menyetujui dan mengamini dasar-dasar pendidikan dalam pondok. Inilah dasar-dasar pendidikan yang ditanamkan dalam pondok pesantren sejak dahulu.



4
Pendidikan di Pondok Pesantren 
    Pondok pesantren lebih mementingkan pendidikan dibanding pengajaran. Pendidikan di Pondok Pesantren Modern As-Salam memiliki tujuan yang jelas, yiatu:
        1. Kemasyarakatan.
        2. Hidup sederhana.
        3. Tidak berpartai.
        4. Tujuan utamanya adalah ibadah thalabul ilmi, bukan menjadi pegawai.

1. Kemasyarakatan
     Segala sesuatu yang kiranya akan dialami dalam masyarakat, itulah pendidikan yang akan diberikan kepada santri. Segala tindakan dan pelajaran, bahkan segala gerak-gerik yang ada di pondok pesantren itulah yang akan ditemui di masyarakat.
      Tegasnya, kita tidak terlalu mengingat apa yang harus dipelajari di perguruan tinggi. Namun, kita selalu mengingat dan memperhatikan apa yang akan ditemui, dihadapi, dan diamalkan di masyarakat. Dengan harapan, ketika terjun ke masyarakat, santri tidak akan canggung menjadi guru, baik di sekolah rakyat, madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, mengajar pelajaran agama maupun pelajaran umum. Tidak canggung menjadi pengurus suatu organisasi, menjadi mubalig, dan lain sebagainya.
     Selain itu, ia tidak segan bekerja sebagai petani, berwirausaha, dan pekerjaan lainnya sesuai bakat masing-masing. Hendaknya tidak hanya bersedia menjadi pegawai, tetapi selalu berusaha agar dapat memimpin pegawai.
      Jika kita mempelajari dan meneliti dengan seksama, perekonomian rakyat dulu dikuasai oleh orang-orang lulusan pondok. Sebagai contoh, koperasi batik yang para pengurusnya merupakan lulusan pondok.
       Sementara itu, lulusan akademi batik atau akademi tekstil, pada praktiknya hanya menjadi pegawai dan buruh yang mengandalkan upah bulanan. Begitu pun dengan perekonomian di kota lain, seperti Solo, Yogyakarta, Semarang, Pekalongan, Cirebon, Ciamis, Garut, dan Pasar Senen Jakarta. Ilmu yang bermanfaat menjadi dasar pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Modern As-Salam.
      Sekali lagi harus diingat, “Kita adalah masyarakat.” Jangan sampai seolah-olah menjauhi masyarakat. Mengapa kita harus menjauhi masyarakat sedangkan dari masyarakat kita berasal, masyarakat yang mengasuh, mengenang dan membesarkan kita. Mereka menantikan kedatangan dan mengharapkan bimbingan dan kepemimpinan kita.
       Akhirnya, masyarakat pula yang menilai, menghargai usaha dan amal kita. Lebih tepatnya, mereka akan menilai akhlak, pribadi, memanfaatkan kita dalam kehidupan masyarakat.
2. Hidup Sederhana
      Mengingat beberapa faktor pendidikan jasmani dan rohani, maka penting sekali dibiasakan untuk hidup sederhana. Semua harus kita laksanakan secara sederhana tanpa mengurangi kualitas kesehatan, baik makan, tidur, berpakaian, maupun rekreasi.
    Sederhana adalah pokok keberuntungan. Ia dapat memudahkan kehidupan yang jujur dan bersih. Sebaliknya, mewah tidak mengenal batas, mudah terpengaruh oleh ajakan setan dan Iblis yang selalu mengajak ke jalan kejahatan dan menyebabkan mudah lupa kepada kemanusiaan, tanggung jawab dan rasa syukur.
       Biasa hidup sederhana niscaya akan hidup bahagia dan dapat menghadapi hidup dengan kepala tegak, kesanggupan, dan tidak cemas atau takut akan bayangan masa depan. Hidup sederhana bukan menunjukkan kemiskinan. Sederhana bukan berarti miskin. Hidup mewah bukan berarti hidup tidak bermanfaat. Kemewahan bukan kehormatan bahkan mungkin sebaliknya.
       Kesederhanaan tersebut antara lain: makanan. Di pondok pesantren, makan dengan antre merupakan hal biasa, membawa piring, mencuci, dan menyimpan sendiri. Keadaan seperti ini mengingatkan orang yang sedang berlayar di atas kapal. Dikatakan demikian karena ada beberapa alasan: belum ada ruang makan, tidak selamanya anak serentak dan makan bersama, pertanggungjawaban perkakas dapur dapat diatasi sendiri, mendidik anak-anak agar tidak merasa malu atau rendah diri karena mengerjakan sesuatu yang remeh.
        Nasi yang disediakan bukan nasi putih karena menurut kesehatan nasi putih kurang mengandung vitamin sedangkan vitamin berguna bagi kesehatan tubuh. Untuk lauk pauknya diusahakan menyediakan sayur-sayuran yang mengandung kalori. Kadang diselingi daging sesekali, satu kali atau dua kali seminggu. Pertumbuhan dan kesehatan santri diperhatikan dengan menyediakan menu setiap harinya.
    Ini tidak dapat dipungkiri karena dari badan yang sehat akan memancarkan pikiran yang sehat. Pertumbuhan jasmani yang baik akan menimbulkan pertumbuhan rohani yang pesat.
    Jadi, yang dicari bukan lezatnya makanan yang akan menjamin kesehatan, tetapi kemanfaatan dan keberkahan makanan yang dapat menghasilkan keuntungan dan kebahagiaan jiwa dan raga.
       Demikian pula dengan urusan mandi. Ketika pondok belum memiliki kamar mandi toilet yang mencukupi untuk melayani anak-anak yang banyak sehingga harus antre. Untuk mendapatkan antre pertama, santri harus bangun pagi-pagi. Bangun terlambat akibatnya akan ketinggalan.
       Hal lainnya adalah pakaian. Pakaian yang dipakai di pondok pesantren harus sederhana. Biar lama yang penting bersih. Tidak mengapa memakai pakaian yang bertambal, asal sopan. Tidak usah memakai pakaian yang model-model. Memakai pakaian model Nepoleon akan ditertawakan orang. Pakaian model cowboy tidak pantas dipakai. Kita hidup di zaman modern, kenapa harus kembali ke zaman Nepoleon.
       Sebagai pemuda Islam harus tahu batas dan aturan berpakaian. Harus memiliki perasaan dan kesopanan yang dapat dibanggakan oleh bangsa dan umat. Pakaian ketat tidak menunjukkan keluhuran dan ketinggian adab, bahkan sebaliknya. Ini seharusnya dihilangkan dari pondok karena menunjukkan kemunduran budi dan kerendahan pekerti.
      Jelaslah sekarang bahwa landasan pendidikan di pondok pesantren adalah kemasyarakatan berdasarkan kesederhanaan. Itulah pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Modern As-Salam. Semua santri dilatih dan berlatih memperhatikan dan mengerjakan hal-hal yang akan dialami di masyarakat kelak.
     Semua santri dididik agar masing-masing memiliki rasa cinta berkorban untuk kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat Islam. Berkurangnya rasa berkorban di kalangan umat Islam inilah yang mengakibatkan mundurnya umat Islam di Indonesia.
3. Tidak Berpartai
   Salah satu sebab yang tidak dapat dipungkiri, sebab kemunduran umat Islam adalah timbulnya pertentangan dan perpecahan di kalangan umat itu sendiri. Secara historis, umat Islam di Indonesia mengalami perpecahan sejak lama. Politik divide et empera sangat mendalam dan meresap ke dalam hati bangsa Indonesia. Politik adu domba, taktik pecah belah di kalangan bangsa telah berakar kuat.
       Dalam keadaan demikian, sedari awal Pondok Pesantren Modern As-Salam telah menghindarkan diri. Perpecahan antar kesukuan disingkirkan jauh-jauh. Pengasuh dan dewan guru pun tidak berpartai.
       Itulah sebabnya, santri yang terdiri dari putra-putra pemimpin bermacam-macam partai dan golongan. Ini terus berjalan mengikuti semboyan pendidikan di pondok pesantren agar berpikiran bebas. Sikap tersebut benar-benar mendapat persetujuan semua golongan. Dengan demikian, sekeluarnya dari Pondok Pesantren Modern As-Salam, mereka bebas memilih paham, aliran, dan golongan.
      Di pondok pesantren mereka memiliki paham tunggal guru, tunggal pondok, tunggal pendidikan, dan berpikiran bebas. Anak yang sedang belajar di PPM As-Salam hanya mengenal satu organisasi pelajar—Organisasi Pelajar Pondok Pesantren Modern As-Salam (OP3MA) dan satu organisasi kepanduan.
4. Ibadah Thalabul Ilmi, Bukan Menjadi Pegawai
      Pondok pesantren mendidik santri-santrinya bukan untuk menjadi pegawai, tetapi menganjurkan agar mereka giat bekerja dan bersemangat dalam thalabul ilmi. Tentang bagaimana dan akan menjadi apa nantinya, menjadi pegawai tingkat berapa, itu sama sekali tidak menjadi dasar pikiran. Bahkan diharapkan mereka dapat menjadi orang yang cakap memimpin suatu usaha atau organisasi, serta dapat menjadi pemimpin bagi teman-temannya.
      Ini dapat dilihat dari perkembangan perekonomian, perdagangan, perusahaan, dan tokoh-tokoh yang menjadi pemimpin. Semuanya tidak tergantung pada pelajaran yang khusus, tetapi tetap bergantung pada pendidikan jiwa dan karakter. Apabila terpaksa di antara mereka ada yang menjadi pegawai pun tidak canggung.




3
Motto Pondok

     Pendidikan di Pondok Pesantren Modern As-Salam Mojokerto menekankan pada pembentukan pribadi yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Kriteria atau sifat-sifat utama ini merupakan motto pendidikan di Pondok Pesantren Modern As-Salam Mojokerto.
1. Berbudi Tinggi
     Berbudi tinggi merupakan landasan paling utama yang ditanamkan oleh pondok kepada seluruh santri dalam semua tingkatan, dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. realisasi penanaman motto ini dilakukan melalui seluruh unsur pendidikan yang ada.
2. Berbadan Sehat
     Tubuh yang sehat dianggap penting dalam pendidikan di pondok pesantren. Dengan tubuh yang sehat, para santri dapat melaksanakan tugas hidup dan beribadah dengan sebaik-baiknya.
      Pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui berbagai kegiatan olahraga, kerja bakti, dan bahkan ada olahraga rutin yang wajib diikuti oleh seluruh santri sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
3. Berpengetahuan Luas
      Para santri di pondok dididik melalui proses yang telah dirancang secara sistematik untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mereka. Santri tidak hanya diajari pengetahuan, lebih dari itu mereka diajari cara belajar yang dapat digunakan untuk membuka gudang pengetahuan. Kyai sering berpesan bahwa pengetahuan itu luas, tidak teratas, tetapi tidak boleh terlepas dari berbudi tinggi sehingga seseorang itu tahu untuk apa ia belajar serta tahu prinsip untuk apa ia menambah ilmu.
4. Berpikiran Bebas
   Berpikiran bebas tidak berarti bebas sebelas-bebasnya, tetapi berpikiran merdeka dengan kematangan berpikir. Kebebasan di sini tidak boleh menghilangkan prinsip, teristimewa prinsip sebagai muslim mukmin. Justru kebebasan di sini merupakan lambang kematangan dan kedewasaan dari hasil pendidikan yang telah diterangi petunjuk Ilahi (hidayah). Motto ini tanamkan sesudah santri memiliki budi tinggi atau budi luhur dan sesudah ia berpengetahuan luas.



Isi, Jiwa dan Masa Depan 
Pondok Pesantren
Untuk memperoleh pengertian tentang pondok pesantren, kita tidak usah membuat analisa terlalu mendalam (bahasa Jawa: njlimet) dengan meninjau sejarah pondok terlalu jauh sampai ke zaman kuno, membandingkannya dengan sistem pendidikan Mandala dan sebagainya.
Untuk itu, cukuplah kiranya apabila kita memperhatikan perkembangan agama Islam di Tanah Air kita sekitar abad ini, kira-kira 100-200 tahun yang lalu, yaitu pada waktu lembaga yang kita sebut “pondok pesantren” dengan jelas menunjukkan peranannya yang sangat penting dalam syiar agama Islam.
Sudah tentu kita tidak dapat menerima pengertian pondok pesantren sebagaimana definisi yang diberikan oleh para orientalis, misalnya Snouck Hurgrounje, yang hanya memperhatikan bentuk fisik pondok pesantren: gedung dan bentuk asrama para santri dengan segala tradisinya yang statis.
Sebab memang bukan itu hakikat pondok pesantren yang telah banyak memberikan jasa kepada bangsa Indonesia. Ini tidak dapat dipungkiri. Sebagai definisi umum, pondok pesantren adalah berwujud lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama, kyai sebagai sentral figurnya, masjid sebagai titik pusat yang menjiwainya.
Isi Pondok Pesantren
1.            Hakikat pondok pesantren terletak pada isi atau jiwanya, dan bukan pada kulitnya atau luarnya saja. Dalam isi dan jiwanya itulah kita bisa temukan jasa pondok pesantren bagi umat dan bangsa.
2.            Isi pokok pondok pesantren adalah pendidikan. Selama beberapa abad pondok pesantren telah memberikan pendidikan (ruhaniyah) yang sangat berharga kepada para santri sebagai kader-kader mubalig dan pemimpin umat dalam berbagai bidang kehidupan.
3.            Di dalam pendidikan itulah terjalin jiwa yang kuat yang sangat menentukan filsafat hidup para santri. Adapun pelajaran dan pengetahuan yang mereka peroleh selama bertahun-tahun tinggal di pondok pesantren hanya merupakan kelengkapan atau tambahan.
Jiwa Pondok Pesantren
Kehidupan dalam pondok pesantren dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat kita simpulkan dalam Panca Jiwa Pondok sebagai berikut:
1.    Jiwa keikhlasan
Sepi ing pamrih, tidak didorong keinginan untuk memperoleh keuntungan tertentu, semata-mata karena untuk ibadah lillah. Ini meliputi segenap suasana kehidupan di pondok pesantren.
Kyai ikhlas mengajar, para santri ikhlas belajar, lurah pondok ikhlas membantu. Segala gerak-gerik dalam pondok pesantren berjalan dalam suasana keikhlasan yang mendalam. Dengan demikian, terdapat suasana hidup yang harmonis antara kyai yang disegani dan santri yang taat dan penuh cinta serta hormat.
2.    Jiwa Kesederhanaan
Kehidupan dalam pondok diliputi suasana kesederhanaan, tetapi agung. Sederhana bukan berarti pasif  (bahasa Jawa: Narimo), bukan itu artinya dan bukan karena kemelaratan atau kemiskinan, tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan.
Maka di balik kesederhanaan itu, terpancarlah jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah tumbuh mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala segi kehidupan.
3.    Jiwa Berdikari
Inilah senjata hidup yang ampuh. Berdikari atau berdiri di atas kaki sendiri bukan saja dalam arti bahwa santri selalu belajar dan berlatih mengurus segala kepentingannya sendiri, tetapi juga pondok pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan dan belas kasihan orang lain.
Itulah zelf berdruiping system atau sama-sama memberikan iuran dan sama-sama dipakai. Namun tidak bersikap kaku dan menolak orang-orang yang hendak membantu pondok, membela pondok. Justru pondok perlu dibela, dibantu dan diperjuangkan. Siapa lagi yang mau membela, membantu dan memperjuangkan kalau bukan kita umat Islam.
4.    Jiwa Ukhuwah Islamiyah
Kehidupan di pondok pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab sehingga segala kesenangan dirasakan bersama, dengan jalinan perasaan-perasaan keagamaan. Tali ukhuwah persaudaraan ini bukan hanya selama di pondok pesantren, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat sepulang dari pondok.
5.      Jiwa Bebas
Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depannya, dalam memilih jalan hidup di tengah masyarakat kelak, dengan berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi kesulitan. Kebebasan itu bahkan sampai pada bebas dari pengaruh kolonial asing. Di sinilah harus dicari kenapa pondok pesantren mengisolir diri dari kehidupan barat yang dibawa oleh penjajah.
Hanya saja dalam kebebasan ini sering kali kita temui unsur-unsur negatif, yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, terlalu bebas sehingga kehilangan arah dan tujuan atau prinsip. Ada pula yang terlalu bebas, tidak mau dipengaruhi, berpegang teguh kepada tradisi yang dianggap sakral sehingga tidak mau melihat di sekitarnya dan perubahan zaman.
Akhirnya tidak bebas lagi karena mengikatkan diri pada yang diketahui itu saja alias kolot. Maka kebebasan itu harus dikembalikan pada aslinya, yaitu bebas di dalam batas-batas disiplin yang positif, dengan penuh tanggung jawab, baik di dalam kehidupan pondok pesantren maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Jiwa bebas yang menguasai suasana kehidupan dalam pondok pesantren itulah yang dibawa oleh santri sebagai bekal pokok dalam kehidupannya di tengah masyarakat. Jiwa pondok pesantren inilah yang harus senantiasa dipegang, dihidupkan, dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya.
Masa Depan Pondok Pesantren
Sebagian besar atau mayoritas pondok pesantren pada masa lalu biasanya lebih banyak mengagung-agungkan kebesaran lama pada abad-abad lampau sehingga menjadi statis. Hal ini hanya boleh berlaku pada masa-masa bertahan terhadap himpitan tekanan penjajahan yang berusaha menghancurkan pondok pesantren dan agama Islam.
Ketika itu, pondok pesantren dalam keadaan lemah tak berdaya untuk berkonfrontasi total melawan penjajah. Pada masa kemerdekaan, lebih-lebih pada masa revolusi yang selalu meningkat sekarang ini, pondok pesantren harus memandang jauh ke masa depan, sepuluh, dua puluh tahun yang akan datang.
Mengingat perkembangan zaman yang senantiasa maju dan berubah-ubah, maka seharusnya pelajaran dalam pondok pesantren diselenggarakan untuk masa depan kehidupan para santri di dalam masyarakat, dengan menggunakan didaktik dan metodik yang menguntungkan pula. Meski demikian, kita tidak usah mengubah inti pendidikan keagamaan dan jiwa pondok pesantren di atas.
Jika dikehendaki, pondok pesantren dapat terus mempertahankan kehidupannya, maka syarat-syarat material harus diperhatikan. Untuk itu, harus ada wakaf yang menjadi backing bagi kelangsungan hidup pondok pesantren dan untuk dapat senantiasa meninggikan mutu pendidikan dan pengajarannya. Sebagai contoh, kita perhatikan bagaimana Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir mengembangkan wakafnya.
Satu hal lagi yang sering kali dilupakan pondok pesantren pada masa lampau, yaitu pembentukan kader, generasi atau penerus untuk kelanjutan dan kelangsungan hidup pondok pesantren. Hidup matinya sosok kyai atau pemimpin pondok pesantren merupakan kelangsungan hidup suatu pondok pesantren.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, tiap-tiap pondok pesantren harus menyiapkan kader-kader yang akan menggantikan dan mengembangkan usaha dan apa yang dirintis oleh generasi tua. Dengan demikian, pondok pesantren akan tetap terus hidup dan berkembang, meskipun kyai-kyainya telah berulang kali berganti.
Apabila disetujui dapat dipikirkan kiranya untuk mengorganisir penyelenggaraan pondok pesantren sebaik-baiknya, dengan manajemen serapi mungkin. Ini sebenarnya hanya merupakan perumusan dari tradisi pondok pesantren yang sudah lama berlaku ke dalam tata laksana pendidikan pondok pesantren yang lebih baik dan teratur.
Jadi, segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pondok pesantren akan dapat diatur sebaik-baiknya dan seefisien mungkin, termasuk di dalamnya tentang batas-batas hak dan kewajiban kyai, ustadz, para santri, dan pondok pesantren itu sendiri. Ini lebih menjamin kelangsungan hidup, keselamatan dan perkembangan pondok pesantren di masa mendatang.